Bait 170 (bahasa Jawa) :
ing ngarso Begawan dudu pandhita sinebut pandhita dudu dewa sinebut dewa kaya dene manungsa dudu seje daya kajawaake kanti jlentreh gawang-gawang terang ndrand-hang
Bait 170 (bahasa Indonesia)
Di hadapan Begawan bukan pendeta disebut pendeta bukan dewa disebut dewa seperti manusia manusia yang bukan kekuatan diterangkan dengan jelas bayang-bayang menjadi terang benderang
Bait 170 (makna atau arti)
Mantan Presiden SBY (dihadapan Begawan) mantan Ketua Partai Demokrat (bukan pendeta disebut pendeta) Ketua Dewan Pimpinan Daerah Republik Indonesia/DPD RI (bukan dewa disebut dewa) bernama Lanyalla Mattalitti (diterangkan dengan jelas bayang-bayang menjadi terang benderang) kedua toko di atas masing-masing teman Sudirman yaitu SBY dan sesama suku Sudirman yaitu Lanyalla Mattalitti (seperti manusia-manusia yang bukan kekuatan)
La = dia laki-laki
Nyalla = terang menyala, benderang
Lanyalla = laki-laki terang menyala (bhs Bugis)
Mattalitti = …………………..? (bhs Bugis)
SBY dan Lanyalla Mattalitti Pendukung Revolusi
Bait 139 (bahasa Jawa) baitnya SBY
adedagang carang klambi udheng lawe wenang disuyudi wong lanang sapirang-pirang nanging umure tan panjang namung sawarsa Jawa abang
Bait 139 (bahasa Indonesia)
berdagang kayu bercabang, berbaju tutup kepala benang lawe dihormati banyak sekali laki-laki tetapi usianya tidaklah panjang hanya setahun Jawa merah
Bait 139 (makna atau arti)
Baitnya SBY yang berhubungan dengan bait Sudirman dan 3 Roh yaitu Bait 165 (Revolusi Indonesia) sebagai berikut :
“Pendukung revolusi Indonesia, Utusan atau delegasi SBY memakai baret hijau yang jumlahnya banyak sekali (berdagang kayu bercabang, berbaju tutup kepala benang lawe dihormati banyak sekali laki-laki) dalam Gerakan serba cepat dalam waktu singkat/Revolusi (tetapi usianya tidaklah panjang hanya setahun Jawa merah)”
Bait-bait Sudirman dan 3 Roh
Bait 159 s/d Bait 173
Bait Pertama (bait 159) : bhs Jawa
selet-selete yen mbesuk ngancik tutuping tahun sinungkalan dewa wolu (8), ngadta (2) manggalaning (9) ratu (1) – (tahun jawa 1928) bakal ana dewa ngejawantah apengawak manungsa apasurya padha bethara Kresna awatak Baladewa agegaman trisula wedha jinejer wolak-waliking zaman wong nyilih mbalekake, wong utang mbayar utang nyawa bayar nyawa utang wirang nyaur wirang
Bait pertama (bait 159) : bhs Indonesia
“Selambat-lambatnya kelak menjelang tutup tahun Jawa 1928 akan ada dewa tampil berbadan manusia berparas seperti Batara Kresna berwatak seperti Baladewa bersenjata trisula wedha (3 Roh) tanda datangnya perubahan zaman orang meminjam akan mengembalikan orang berhutang akan membayar hutang nyawa bayar nyawa hutang malu dibayar malu”
Bait pertama (bait 159) : makna/arti
Analisa matematis untuk mengungkap rahasia dibalik angka 1928 :
Tahun Jawa 1928 = 2024,
1+9 =10, 2+8 =10
10 +10 = 20, 8/2 = 4,
angka 20 dibelakang angka 8 atau 28 ditambah 4 setelah angka 8 dibagi 2 = 24,
20 + 24 = 2024,
jadi tahun 2024 masehi = tahun Jawa 1928.
Dari hasil analisa matematis di atas, dapat ditemukan bahwa yang dimaksud dengan tutup tahun Jawa (akhir tahun Jawa) 1928 adalah akhir tahun 2024 masehi yaitu (Agustus – Oktober) tahun 2024.
Jadi dari makna bait pertama (bait 159) bahwa memang dalam bulan ini atau Agustus 2024 Sabdopalon (Sudirman) dan Noyogenggong (3 Roh) bersenjatakan trisula wedha (lurus, jujur, berani). Mulai memimpin Indonesia.
Bait Terakhir (bait 173) bhs Jawa
nglurug tanpa bala yen menang tan ngasorake liyan para kawula padha suka-suksa marga adiling pangeran wus teka ratune nyembah kawula angagem trisula wedha para pandhita hiya padha muja hiya iku momongane kaki Sabdopalon lan noyogenggong sing wis adu wirang nanging kondhang genaha kacetha kanthi njingglang nora ana wong ngresula kurang hiya iku tandane kalabendu wis minger centi wektu jejering kalamukti andayani indering jagad raya padha asung bhekti
Bait terakhir (bait 173) bhs Indonesia
menyerang tanpa pasukan kalau menang tidak menghina yang lain rakyat bersuka ria karena keadilan Yang Kuasa telah tiba raja menyembah rakyat bersenjatakan tri sula wedha para pendeta juga memuja itulah asuhannya Sabdopalon dan Noyogenggong yang sudah nenanggung malu tetapi termasyhur segalanya tampak terang benderang tak ada yang mengeluh kekurangan itulah tanda zaman tidak menentu telah usai berganti zaman penuh kemuliaan memperkokoh tatanan seluruh jagad raya semuanya menaruh rasa hormat yang tinggi.
Bait terakhir (bait 173) makna/arti